Rabu, 11 September 2013

Saya diantara Mereka :)




Setelah ingatan ini, mungkin akan ada ingatan lain yang semakin membuatku lebih ingin tahu. Tapi, apa itu menjamin kalo saya akan percaya nantinya tentang orang-orang yang selalu datang  memenuhi ingatanmu padanya.


Ya, Melamun memang bukan sesuatu yang kusukai. Tapi ketika hari itu setelah pagi-pagi sekali seorang pria datang mengantarkan surat kabar soal pemberitaan kotamu yang sebentar lagi akan berganti musim. Hari itu seketika ingatanku hanya padamu yang membenci salju, kau bilang tidak tahu harus bagaimana menghadapi soal cuaca. Sedang saya hanya bisa memberimu ingatan-ingatan ketika salju datang seorang perempuan muda berambut pirang menyambutmu pulang memakai  baju hangatnya, datang dan berkata “Aku akan selalu datang padamu setiap salju turun, sedang aku akan kembali pulang padanya setelah musim panas datang”


Lantas, bagaimana nasib perempuan yang memiliki perbedaan musim denganmu atau bahkan ketika jarak ikut dilibatkan. Suatu hari katanya dia akan datang menemuimu,bukan ketika salju datang dan berakhir melainkan ketika summer datang.

Lantas saya ini siapa? Siapa? Tapi, kau mungkin akan selalu ingat padaku ketika hari terakhirmu datang di kotaku bersamanya, kau mulai bisa menggantungkan semua ingatanmu pada perempuan pirang itu. Lalu, dengan hangat kau berkata pada perempuan disampingmu untuk menjaga hatinya padamu, sedang kau kembali melucuti ingatanmu ketika pulang dan menanggalkan ingatanmu pada perempuan yang belum menjadi masa lalumu bahkan ketika summer pun belum berakhir. 

Ini bukan kisahku melainkan kisah diantara mereka :)

Minggu, 08 September 2013

Kali kedua di Kopi Shop





Kau yang mengajariku betapa setiap kehilangan bukan merawatku untuk semakin bertanya tentang hari setelah ini. Bahkan, ketika kau tak memberiku alasan untuk melakukan sebuah pertemuan kali kedua di kopi shop yang asing bagiku. Kota itu satu-satunya alasan mengapa saya hanya ingin mendengarmu saja, membagi setiap pertanyaan yang tak pernah mungkin terjawab. Lantas, saya terus bertanya padamu, mengapa membuat pertemuan di tempat keramaian sedang kau mengerti betapa saya membencinya.

Tak heran bila saya lebih nyaman berbincang denganmu saja. Meskipun kala itu pandanganmu menatap seorang barista yang sedang memepertunjukan keahliannya meracik kopi. Saya mulai melupakan hari dimana saya terluka, melupakan hari-hari dimana saya tak perlu lagi melibatkan soal menunggu atau cemas mengenai keberadaanmu. Kali ini, Saya mulai mengerti alasanmu menyederhanakan hidup, kau cukup menyanggupi urusan sabar, tak perlu repot membunuh waktu dengan usia yang sekadar angka. Bahkan ketika kalimat pertamamu yang tanpa ampun membuatku seperti manusia baru. 

Apa kau merasa aku lecehkan saat aku memutuskan hidup yang selebihnya menggantung? Karena kerap kali melibatkanmu hanya membuatku semakin bersalah. Lantas berulang kali kau hanya disibukan tentang pertanyaan-pertanyaan yang semakin tanggal. 

Lantas saya hanya memalingkan muka. Sedikit berdehem dan bilang kali ini saya hanya ingin duduk berdua denganmu saja, tanpa ada percakapan, sebab betapa kehilanganmu bahkan menjadikan saya seperti manusia baru yang tak mempunyai kesempatan untuk merasa kehilangan hari setelah ini, atau bahkan menit-menit yang hilang, seperti hari kemarin yang mengajari betapa kehilangan-kehilangan ini tak akan pernah lagi betul-betul menyakitkan.
Adalah hal mungkin perihal hari ini bukan sekadar menceritakan sebuah kisah masing-masing. Bahkan kau saja masih belum menyanggupi masalah kebahagian yang terkadang bisa kita buat sendiri saat berada di keramaian, Lantas saya bertanya kembali, apa benar persembunyian yang paling aman untuk menyembunyikan sebuah rahasia adalah di hadapan orang banyak?  Kau menolak menjawab, memalingkan muka dan berkata “ Berhentilah menjadi seorang yang  melankolis dan Mari membuat pertemuan di tempat yang membuatmu nyaman saja" 

Selasa, 03 September 2013

Belajar Bijak dari Tulisan Paulo Coelho :)



Everything tells me that I am about to make a wrong decision, but making mistakes is just part of life. What does the world want of me? Does it want me to take no risks, to go back to where I came from because I didn't have the courage to say "yes" to life?”

That at a certain point in our lives, we lose control of what's happening to us, and our lives become controlled by fate. That's the world's greatest lie.

Yes, my mind was wandering. I wished I were there with someone who could bring peace to my heart someone with whom I could spend a little time without being afraid that i would lose him the next day.

With that reassurance, the time would pass more slowly. We could be silent for a while because we'd know we had the rest of our lives together for conversation. I wouldn't have to worry about serious matters, about difficult decisions and hard words.

Choosing a path means having to miss out on others :)