Saban hari kau bilang akan datang setelah senja menyapamu. Lantas, sembari menyeruput kopi
sampai setengah cangkir, kau belum datang juga. Kapan kau datang lagi
(gerimis)?
Lagi,
ingatan ini masih belum terlalu rapuh mendengar celotehmu yang merayuku. Menikmati hari bersama secangkir kopi hangat selama pagi, tapi sudah berapa hari ada yang janggal, kau (gerimis) belum juga datang. Semacam
sindrom rindu yang dibuat sendiri dan dikendalikan hati untuk menunggumu
(gerimis). Kapan kau datang lagi (gerimis)?
Haruskah menunggu selama ini. Lantas harus digantikan sebagai apa selama menunggumu (gerimis). Sedang aku membenci hujan lebat, aku hanya ingin
denganmu saja, ya denganmu saja itu sudah cukup.
Lalu,
kapan kau datang lagi (gerimis)? Menemuiku bersama cerita lama kita yang selalu
kita bicarakan. Aku rindu datangmu yang bisu, suara gemericikmu yang mendayu
lalu harumu yang membuat candu. Kalo kau tidak akan datang lagi (gerimis) kisah
ini akan tetap tanggal, karena hanya
padamu dan padamu (gerimis) aku mampu berkisah. Ah, ayolah temuilah aku sebentar saja, meski Semesta melarangmu, buatlah perjanjian denganNya, rayulah Ia dengan suaramu yang teduh itu, Semesta akan memaklumi.
Lalu, kapan kau datang lagi (gerimis)? berhentilah membuatku menunggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar