Senin, 12 November 2012

*Museum Benteng Vredeburg: Menjelajahi Yogyakarta Masa Lampau




NAMA Yogyakarta sudah begitu mendunia; sebagai kota wisata dan budaya. Banyak hal yang bisa dieksplorasi di salah satu daerah istimewa yang ada di Indonesia tersebut. Salah satunya adalah daya tarik sejarah, yang dikemas dan diceritakan lengkap oleh Museum Benteng Vrederburg.
Museum ini mengajak pengunjung bertamasya ke masa lalu, untuk menyaksikan sendiri bagaimana para pejuang kita mempertahankan kedaulatan negeri ini dari rongrongan Belanda. Museum Benteng Vredeburg dulunya adalah sebuah benteng yang didirikan pada masa kolonial Belanda atau VOC. Benteng ini didirikan untuk menahan serangan Kraton Yogyakarta pada Tahun 1765.
Begitu anda memasuki gerbang Museum ini, anda akan disambut tulisan “Vredeburg” yang tertempel di tembok. Di tempat itulah Anda bisa membeli tiket masuk yang murah meriah, hanya Rp 2.000 saja. Tapi, jangan salah. Kendati tiketnya murah, suguhan di dalam museum itu tidak murahan. Artefak-artefak sejarah di dalamnya masih terawat dengan baik.
Bangunan ini dipugar masih sesuai dengan bentuk aslinya. Mungkin hanya beberapa polesan cat yang disematkan di bangunan itu untuk mengusir kesan kusam. Ada beberapa gedung yang dipisah. Arsitekturnya begitu detail, kokoh, dan apik. Toiletnya pun didesain layaknya bangunan asli belanda.
Saat memasuki gedung pameran, anda akan disuguhkan lagu-lagu perjuangan yang seolah memancing memori kita tentang semangat juang pada masa itu. Di dalam ruang itu ada beberapa aquarium kaca, yang di dalamnya terdapat artefak-artefak dan miniatur pejuang yang tidak gentar membela bangsa ini.
Suasana di dalamnya begitu hening, meski banyak pengunjung yang datang. Para wisatawan seperti menikmati diorama ketegangan di masa itu. Di dalam aquarium kaca itu ada yang menampilkan miniatur para pahlawan yang gugur saat berjuang. Seolah pengunjung diajak untuk berbagi perasaan tentang apa yang terjadi di saat itu.
Selain benda-benda bersejarah, ada juga foto-foto serta lukisan yang menceritakan tentang perjuangan nasional sejak masa merintis, mencapai, dan mempertahankan kemerdekann Indonesia. Fasilitas di dalam museum benteng ini meliputi perpustakaan, ruang pertunjukan, ruang seminar, audio visual, hotspot gratis, musala, dan toilet yang bersih.
Museum buka pada hari Selasa-Jumat pukul 08.00-16.00 WIB, dan Sabtu pukul 08.00-17.00 WIB. Hari senin dan hari libur Nasional tutup.
            Benteng Vredeburg berdiri di pusat kota Yogjakarta. Hanya berjarak beberapa puluh meter saja dari “titik 0 Yogyakarta, atau perempatan Kantor Pos Besar, tepatnya di Jl Ahmad Yani; jalan di utara perempatan Kantor Pos Besar atau dikenal dengan Jalan Malioboro yang sudah sangat kondang itu.
Untuk anda yang membawa kendaraan sendiri, baik roda dua maupun empat, tersedia lahan parkir luas, tidak jauh dari  depan Gerbang Vredeburg. So, bagi Anda penyuka sejarah, atau ingin merasakan sendiri bagaimana aura para pahlawan kita berjuang untuk membela negara ini, silahkan jelajahi museum ini. 

Minggu, 14 Oktober 2012

pinta pagiku

Pagi yang terlihat sama seperti sebelumnya. hanya saja ketika melihat "waktu" aku berusaha melupakan apa-apa. satu kata hanya "benang merah" ya, aku masih belum mencium jawaban Tuhan tentang benang merah dalam cerita ini. oh sungguh hukuman apa yang telah menantiku setelah ini, melihat alur cerita ini bagaikan tali yang tarik ulur ketika aku mengingatnya dan bagaimana sempurnanya dia hadir dalam permainan hati ini.

   Betapa tidak, melihat pagi adalah ketika aku mengingat matamu yang menghitam karena lelah. Sungguh aku mengerti itu karena pada pagi Sapaanku adalah hanya pada ubin yang ketika itu masih dingin. sesekali kutapaki cemas dengan kakiku yang tampak gemetar. Oh betapa aku masih ingin bercumbu pada malam karena pagi hanya selalu memaksaku untuk lirih.


  Beri aku waktu mungkin sekedar menunggu kabut hilang dari jendela kamar beserta bercak embun yang masih membeku. Sesekali kupejamkan mata ini seolah aku memiliki hatinya yang entak untuk siapa? Mungkin untuk masa yang enggan memeberinya kesempatan padaku untuk bisa memiliki sekali lagi. Atau pada abu yang tampak muram seperti enggan atau tak rela.


  Aku terpaksa menikmati kesakitanku pada pagi yang terus meminta tubuhku untuk direbahkan pada ubin yang kusebut persetan itu. sungguh aku hanya berkata mampu jika aku terus bermain dengan hati ini. tapi tak mampu ingin lupa, oh apa ini yang dinamakan penderitaan, terpaksa kukeluarkan serupa serapah tentang harapan hatiku yang hanya ingin membeku saja bersama ubin-ubin itu tanpa harus mencair lagi.seperti cahaya yang tak mau nampak dalam mendung atau bagai bisa dalam racun yang mematikan. lalu, bagaimana cerita pagi selanjutnya ketika harus kujalani separuh hidup ini dengan terus menginginkan hatinya.

Jumat, 05 Oktober 2012

JALAN DAGEN

Jogja merupakan kota yg menjadi tujuan utama setiap orang yg mungkin mempunyai budget rendah untuk berwisata. untuk saya yang masih mahasiswa mungkin kota kecil ini bisa dijadikan salah satu tempat melepaskan penat dari tugas-tugas kampus misalnya. Tapi entah kenapa selalu jogja yg terngiang dalam ingatan saya, atupun anda mungkin? Saya selalu merindukan kota ini. kota yg menurut saya penuh dengan kedamaian, penduduknya yg masih ramah2, dan tentunya tempat wisata kuliner yg menjadi tujuan saya apabila berkunjung.Hmmmm!!! Untuk anda yang baru pertama berkunjung ke jogja, saya sarankan untuk mencari "jalan Dagen" masih satu kawasan dengan malioboro. kebetulan jalan Dagen merupakan tempat favorit saya untuk mencari hotel-hotel ataupun penginapan murah. Informasi sedikit ya teman, jalan Dagen ini begitu strategis karena tepat berada di malioboro. saya biasanya mencari hotel yang range harganya dibawah 300 ribu/harinya, sebenarnya sii tidak begitu sulit mencari hotel murah di sekitar Jalan dagen ini, asalkan sabar saya jamin anda bisa menemukan hotel fasilitas bintang empat sekalipun. Karena jaraknya yang tidak begitu jauh dengan pasar bringharjo, mirota, sampai keraton sekalipun.Udara jogja yang dingin di pagi hari, selalu membuat perut saya keroncongan. Yup, tanpa berpikir panjang saya pergi keluar hotel untuk mencari seorang ibu penjual gudeg di pinggiran jalan Dagen. Beliau menjajakan dagangannya dengan gerobak tuanya yg masih terlihat kokoh. Gudeg yg dijual tidak begitu manis, dan agag pedas.yup, tentu saja ini gudeg yang saya suka. Karena meski saya penyuka makanan manis, tidak dipungkiri darah saya masih darah sunda, suka makanan manis kalo lagi kelaperan, selebihnya lidah saya lebih ke sambel dan lalapan hehehe!! saat itu Saya langsung memesan satu piring gudeg lengkap dengan opor telur, krecek dan kikil tumis pedas yang benar-benar membuat saya seperti orang kelaparan saat menyantapnya. Dan yang unik saat saya berjalan menyusuri jalan ini, banyak tukang becak yang sedang mangkal sambil menawarkan jasanya. Meski saya tidak mengerti bahasa jawa, saya cukup berkata "mboten pak" dan mereka pun langsung mengerti bahwa saya sedang ingin berjalan kaki
Di jalan ini ada banyak penjual oleh-oleh khas djogja, tepat di depan hotel tempat saya menginap ada toko yg menjual bakpia khas djogja lho, eitssss!! Ini bukan sembarang bakpia, rasanya ada banyak macam bukan hanya kacang hijau dan coklat..kalo kata mas-mas penjualnya sii, orang-orang biasa memesan "bakpia blesteran" sempat penasaran sii, lalu saya memesan beberapa bakpia blesteran dan ternyata benar, rasa bakpianya benar- benar berbeda dari bakpia lainnya, saya sulit menggabarkan. Silahkan coba sendiri kalo berkunjung nanti ;)