Sebut saja ini hal gila yang saya lakukan di Jogja selama empat hari kemarin.”Saya kembali ke Kota ini tanpa ada rencana sama sekali, semuanya mengalir saja seperti air, meskipun pada kenyataannya memang ada hal yang saya urus di Kota ini. lantas Apa yang kau cari Karin?.. Apa Tujuanmu? Dan apa yang kau dapat?” saya akan menjawab “ Mencari senyuman ketulusan dari masyarakatnya”. Sedikit konyol untuk sebuah harga perjalanan. Bukan Tujuan yang saya cari melainkan Proses untuk menempuh Tujuan tersebut. Meski begitu, ada kepuasan batin yang luar biasa yang saya dapat di sana. Mereka masih punya senyuman yang sama, senyuman yang tulus meski kami tak saling kenal. Hari pertama saya bertemu dengan seorang wanita yang usianya kurang lebih seumuran saya. Wanita itu tinggal di daerah bernama “Wates” , ia tinggal bersama adik perempuannya, kegiatan sehari-harinya berjualan Gudeg di depan teras rumahnya yang kebetulan tepat di depan jalan utama dimana kendaraan-kendaraan luar kota melintas. Wanita itu sangat Ramah, bahkan selalu tersenyum ketika saya menanyakan jalan terdekat ke arah kota. Pagi itu, saya menemukan satu senyuman tulus dari masyarakat Jogja.
Kembali ke Wates yang saya tahu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di sinilah ibukota Kabupaten Kulon Progo. Katanya arti dari wates sendiri adalah "batas". Seperti halnya daerah perkotaan di sisi pantai selatan perkembangan kota ini relatif kurang, karena hampir tidak ada penggerak aktivitas ekonomi yang muncul. Sehingga hanya berperan sebagai pusat administrasi dari kabupaten Kulon Progosebut saja. Kalo saya lihat, memang di sepanjang Desa ini hanya terhampar Lahan persawahan yang amat luas. Sedang, bangunan rumahnya sangat minim Saya jumpai di sana, Saya sedikit beragumen mungkin saja pemukiman penduduknya memang jauh dari lahan, entahlah. Bersama cuaca pagi yang masih sejuk ketika matahari mulai terbit di Jogja, Saya menikmati pemandangan yang benar-benar jarang saya temui. Mata saya melek bahkan hampir melotot dan rasa kantukpun hilang ketika Saya melihat kebut-kabut yang menutupi ujung lahan persawahan, sedang matahari berada di belakangnya seolah ada garis lurus yang menuntun dua ciptaanNya itu. Maha besar Tuhan dan Semesta.
Saya mencoba berfikir kembali, untuk apa saya datang kembali ke kota ini, apa benar hanya sebatas mencari senyuman ketulusan dari mereka atau ada maksud tertentu .lagi-lagi Entahlah, Yang perlu saya, kamu dan mereka sadari adalah memahami bahwa kita berada disini ataupun di suatu tempat karena satu alasan. Karena sesungguhnya tidak ada yang namanya kebetulan. Dan senyatanya saya percaya akan hal itu. Saya amat gemar meminum kopi, apalagi duduk sendirian di sebuah kedai kopi. Awalnya saya berharap menemukan banyak kedai kopi di kota ini. Tapi, nyatanya tidak, saya tidak punya cukup waktu untuk bisa bersantai duduk di kedai kopi jogja. Meski begitu kekecewaan saya sudah bisa terbayar ketika seorang teman saya menawarkan suatu tempat milik relasinya saat bekerja menjadi Humas, tepatnya di Daerah Bantul dekat dengan Parangtritis. Di sini ada sebuah tempat yang menyewakan penginapan bernuansa alam. Saya pergi ke tempat ini awalnya sekedar menikmati malam di pinggiran jogja sambil minum kopi, tapi ternyata tempat ini merupakan tempat bersejarah untuk orang jogja.
Awalnya bahkan Saya pikir ada banyak tempat semacam ini yang bisa saya temui di Bogor atau Bandung misalnya. Ternyata saya salah besar. Bangunan khas jawanya masih amat kental, setiap kamar punya nama masing-masing. saya sempat menanyakan apa maksud dari nama-nama jawa tadi. Dan ternyata, nama-mana tersebut di dapat dari nama keluarga si empunya. Pemiliknya entah siapa, dan Saya memang tidak terlalu banyak bertanya, tapi saya betul-betul menikmati kedamaian di tempat ini. Konon tempat ini juga menyimpan banyak dokumentasi sekaligus memberikan informasi tentang sejarah dan budaya, serta menjadi tempat lahirnya karya kreatif yang berbasis masyarakat lokal. Rumah budaya ini sering menyelenggarakan berbagai kegiatan seni budaya seperti pameran seni rupa dan residensi perupa, pertunjukan seni tradisional maupun kontemporer, pentas tari dan teater, hingga malam pembacaan puisi. Untuk menunjang keberadaanya sebagai rumah budaya. Tpi, sayang ketika saya datang, ternyata lima belas menit yang lalu tengah ada pertunjungan wayang. Saya sedikit kecewa tapi cukup meyakini saja bahwa saya akan datang lagi ke tempat itu .
Di sana saya bertemu dengan kakek tua yang bekerja sebagai tukang parkir, beliau kalo Saya bilang amat sangat ramah, sesaat saya dan bersama beberapa teman saya datang, senyumnya sudah sumringah, Saya melihat ketulusan dalam matanya, kebahagian yang sederhana ketika melihat tamu-tamu dari luar kota yang datang. Kalo saja saya fasih berbahasa jawa, sejujurnya saya ingin tahu lebih banyak tentang beliau, bagaimana cara tersenyum sumringah setiap harinya, keramahan yang tidak dibuat-dibuat, serta ketulusannya ketika seorang teman saya yang memang fasih berbahasa jawa tengah memakirkan mobilnya, Beliau bilang parkirnya “gratis” untuk kami, karena katanya beliau ingin melihat kami lagi datang ke tempat itu. Saya pikir itu yang disebut ketulusan yang sederhana. Mengapa kebanyakan manusia selalu rumit mencari kebahagiannya sendiri, sedang, saya fikir hanya dengan tersenyum sudah ada satu kebahagian kecil yang Tuhan berikan. Lalu, apa yang perlu di cemaskan. Meski selalu ada waktu yang membuat kita mentertawakan semuanya, itu hanya sebuah penderitaan kecil. Senyatanya, Saya sendiri menyadari setiap langkah sudah pasti memiliki arti dan maksud. Hanya memahami, Semua tujuan manusia pada dasarnya sama. yakni membuat kesalahan lalu memperbaikinya. Bahkan saat mereka mengetahui sisi gelap pada dirinya sendiri. Sebetulnya mereka sendiri tahu bahwa mereka sedang melakukan kesalahan. Saya selalu menekankan pada diri saya sendiri Jadilah sesorang yang berbeda, sedang siapa yg ingin menjadi seperti orang lain. Dan menurut saya itu semacam penyakit yang serius. Karena Tuhan memilihmu untuk menjadi yang berbeda. Lantas mengapa kau mengecewakanNya..
Hari berikutnya, ketika saya sedang duduk di tengah keramaian Malioboro. Ada dua orang pengamen yang menurut saya kurang memiliki Atittude yang kurang baik, saya sedikit kecewa saat mereka memaksa untuk meminta uang. Tapi, saya tidak peduli justru dengan tindakan mereka malah membuat saya semakin ingin menjauh apalagi memberi mereka uang, meski uang yang saya keluarkan tidak seberapa. Saya mencoba berfikiran positif, saya fikir disinilah pentingnya pendidikan yang harus setiap manusia miliki. Bukan sekedar pendidikan formal melainkan non formal. Malam itu, memang mood saya agag terganggu. Tapi, lagi-lagi Tuhan memang Maha baik. Ada seorang nenek tua yang datang mendekat, beliau tersenyum melihat saya lalu memegang lutut saya sembari mendoakan. Hati saya benar-benar tersentuh, saya Aminkan semua doa-doanya yang baik, Semoga Tuhan Mengabulkan dan memberikan Saya, Kamu dan Mereka rasa Syukur yang Luar biasa dalam segala hal. Baik itu hal kecil ataupun hal besar. Yang terpenting adalah bagaimana Hati kita akan selalu menjadi Besar untuk menerima sebuah perubahan atau proses dalam Hidup.
JOGJA, Kotamu membuat saya jatuh cinta, bahkan saya ingin selalu kembali dan kembali ke Kota ini. kota dimana kau bisa menemukan senyuman ketulusan dari orang-orang yang sederhana :)